Budaya tulisan mulai muncul sekitar 3000 S.M. di Mesir dan di lembah Indus. Atau mungkin dapat dikatakan bahwa dengan tulisan itu baru ada kebudayaan. Seperti diungkapkan oleh Aristoteles: “Speech is the representation of the experiences of the mind, and writing is the representation of speech”.
Jadi dengan demikian Grafologi terkait dengan material representation of language. Tulisan mengalami perkembangan sampai ke bentuk seperti kita sekarang kenal, tetapi menurut berbagai latar belakang kebudayaan yang ada. Ini dibahas di dalam Epygraphy , yang artinya ilmu tentang sistem-sistem tulisan. Dalam hal ini dapat ditemukan banyak konsep perkembangan dan penjelasan, yang secara singkat dapat dibagi seperti berikut:
1. Pictograms, yang berupa representasi visual dari isi pesan yang hendak dikomunikasikan. Misalnya gambar-gambar yang kini ditemukan dalam gua-gua zaman prasejarah atau di zaman sekarang berupa logo-logo penunjuk tempat dan jalan.
2. Ideograms, yakni perkembangan dari pictograms menjadi tulisan-tulisan simbolik, seperti huruf kanji (Asia Timur) dan hieroglyphs (Mesir) ataupun logographic writing tulisan bangsa Maya san Aztek.
3. Syllabaris, yang terdiri atas suku-suku kata, seperti dalam tulisan Hiragana, Katagana (Jepang) atau tulisan-tulisan Asia Selatan dan Tengah (India cs, Thai cs, tulisan Jawa).
4. Alphabets, seperti dalam bahasa Arab, Latin, dan sebagainya.
Dengan munculnya tulisan lahir pula sejarah. Perkembangan tulisan adalah “sejarah dari sejarah”.
Maka mudah difahami bahwa tulisan memancarkan sesuatu yang amat mendalam maknanya, tapi yang pada umumnya tidak disadari oleh si penulis dalam situasi sehari-hari. Tidak mengherankan, karena penulis-penulis awal pada zaman dulu adalah anggota biara-biara, baik di dunia Barat maupun Timur.
Justru karena ini isi tulisan seringkali dikaitkan dengan dunia gaib oleh masyarakat buta-tulisan pada zaman itu. Sebab yang punya tulisan itu dapat bercerita tentang kejadian-kejadan di masa lampau, masa aktual dan juga sedikit banyak mengenai apa yang terjadi di masa akan datang.
Berkembangnya sains menimbulkan fikiran bahwa ada hubungan tertentu antara wujud tulisan dengan sifat-sifat spesifik manusia penulisnya. Mulai dari aspek-aspek motorik, sampai ke aktivitas otak yang berhubungan dengan kemampuan dan corak berfikir dan emosi-emosi (fenomena “emosi” tidak berpangkal di “hati”/jantung/ lever, melainkan pusat perangsangan terletak di otak). Lahirlah ilmu yang dikenal dengan Grafologi.
Maka Grafologi yang dipergunakan dengan serius dan dengan pengetahuan dan pemahaman onto- dan phylogenesenya tulisan sebagai endapan psikomotorik, mau tidak mau harus ditunjang oleh ilmu Psikologi dan Neurologi selain pengetahuan kebudayaan yang melatarbelakangi si penulis.
Satu produk samping Grafologi di zaman sekarang adalah tingkah laku “nujum-nujuman” yang dimulai dari peng-arti-an tanda-tanda grafis pada tulisan seseorang. Tindakan ini ibarat menjual bekas dari mobil di pasar loak, terlepas dari mobil yang akan dipasangi suku cadang tersebut. Benda-benda itu dijual dengan harga mahal, karena si penjual beranggapan bahwa calon pembeli membutuhkannya.
Begitu pula dengan penawaran berbagai pelatihan “Grafologi” kepada konsumen tanpa dilandasi oleh ekspertis Psikologi dan Neurologi, apalagi pemahaman dan penghayatan tentang esensi tulisan tangan. Si peminat ingin mengetahui “sifat-sifatnya” (yang sesungguhnya sudah ia tahu sendiri).
(Dikutip dari blog john s. nimpoeno, melalui penyuntingan oleh Djulianto Susantio)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar